Book Review
Artinya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Al Maidah : 2
Sistem Operasional Asuransi Syariah
(Kerugian)
Artinya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
A.
PENDAHULUAN
Perjanjian asuransi yang bertujuan untuk
berbagi resiko antara penderita musibah dan perusahaan asuransi dalam berbagai
macam lapangan. merupakan hal baru yang belum pernah dikenal dalam kehidupan
Rasulullah SAW, para sahabat. dan tabi’in.
Asuransi dalam catatan sejarah dunia Barat pada abad 12, muncul
dari gagasan bangsa Romawi berupa perjanjian asuransi laut yang kemudian
memencar di beberapa daerah Eropa pada abad 14. Asuransi kebakaran berdiri pada
tahun 1680 di London sebagai akibat peristiwa kebakaran besar pada tahun 1666
yang melahap lebih dari 13.000 rumah dan kira-kira 100 gereja.
Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi telah memasuki fase yang
memberikan muatan yang besar pada aspek bisnisnya dibandingkan dengan
nilai-nilai sosial yang terkandung sejak awal. Hal ini terjadi setelah bisnis
asuransi memasuki masa modern.
Perusahaan-perusahaan asuransi kebakaran serupa berdiri di Eropa pada
abad 18, seperti Prancis, dan Belgia, kemudian disusul Amerika. Asuransi jiwa
bagi awak kapal mulai dikenal pada abad 19, yang berarti pada mulanya asuransi
jiwa merupakan bagian dari asuransi laut.
Perusahaan asuransi jiwa
meluas dan berkembang pada abad 20 hingga sekarang. Perusahaan asuransi laut dan kebakaran yang
pertama kali berdiri di Indonesia yaitu pada tahun 1843 adalah Bataviansche
Zee & Brand Assurentie Maatshappij.
Perusahaan asuransi jiwa Bumi Putera sebagai usaha pribumi pada tahun
1912.
Ijtihad para pemerhati ekonomi yang
dilakukan secara kontinyu menghasilkan sebuah konsep asuransi yang disebut
Konsep Asuransi Ta’awun. konsep ini merupakan rekomendasi fatwa Muktamar
Ekonomi Islam yang bersidang pertama kali di Mekah pada tahun 1976 M. Konsep
ini dikuatkan pada sidang Majma’ al Fiqh al Islami al ’Alami di Jeddah
pada tanggal 28 Desember 1985, yang memutuskan pengharaman Asuransi Jenis
Perniagaan dan mengharuskan Asuransi jenis Ta’awun sebagai alternatif
asuransi Islam untuk menggantikan Jenis Asuransi Konvensional. Majma’ al
Fiqh al Islami al ’Alami menyerukan agar seluruh umat Islam menggunakan
asuransi Ta’awun.[1]
Asuransi Islam pertama berdiri di Sudan
pada tahun 1979 sebagai respon dari fatwa tersebut, kemudian disusul The
Islamic Arab Insurance Co di Arab Saudi pada tahun 1980. The Islamic
Takaful Company of Luxembourg berdiri pada tahun 1983 di Bahamas dan
selanjutnya berdiri di negara-negara lain termasuk Indonesia.
Kebutuhan jasa asuransi yang berdasarkan
syariah di Indonesia diawali dengan mulai beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan UU No. 7 tahun
1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa bersama Bank
Muamallat Indonesia (BM1) dan Perusahaan Asuransi Tugu Mandiri pada tanggal 27
Juli 1993 sepakat memprakarsai pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim
Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI).
TEPATI telah merealisasikan berdirinya PT
Syarikat Takaful Indonesia sebagai Holding Company dan dua anak
perusahaan PT Asuransi takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT Asuransi Takaful
(Asuransi Takaful Kerugian). Dua perusahaan tersebut dibentuk mengikuti ketentuan
UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, dimana perusahaan asuransi
jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus didirikan secara terpisah. Tugas Holding
Company selanjutnya adalah mengembangkan keuangan syariah lainnya. antara
lain, leasing, anjak piutang, modal ventura, pegadaian, dan sebagainya. Fungsi
utama Asuransi Takaful adalah sebagai invesment company.
Demikian sekilas tentang sejarah asuransi
dan perkembangannya hingga sekarang banyak berdiri lembaga-lembaga asuransi
syariah di Indonesia. Banyak referensi-referensi yang membahas tentang
masalah-masalah asuransi syariah. Diantaranya adalah buku Asuransi Syariah Life
and General (konsep dan sistem operasional). Buku ini ditulis oleh seorang
pakar asuransi syariah Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Buku yang
diterbitkan oleh Gema Insani Press tahun 2004. Buku ini adalah buku asuransi
yang cukup lengkap.
B. ISI BUKU
Pengantar penerbit
Prolog oleh Muhamad Syafi’I Antonio, Ph.D
Pendahuluan
Kata Pengantar: K.H Ma’ruf Amin
Kata Pengantar: Drs. H. Firdaus Djaelani, M.A.
BAB 1: MUKADIMAH
1.1 Asal segala sesuatu adalah mubah (boleh)
1.2 Karakteristik syariat Islam
1.3 Islam rahmatan lil alamin
BAB II: LANDASAN TEORI ASURANSI SYARIAH
1.1 Pengertian Asuransi (At Ta’min)
1.2 Al Aqila (asal mula asuransi syariah)
1.3 At Takaful (tolong menolong)
1.4 Tabbaru’ (hibah/dana kebajikan)
1.5 Aqad (akad)
1.6 Gharar (ketidakpastian)
1.7 Maisir (judi/untung-untungan)
1.8 Riba (bunga)
BAB III:
PENDAPAT-PENDAPAT ULAMA TENTANG ASURANSI
3.1 Pendapat Ulama yang
mengharamkan
3.2 Pendapat Ulama yang
membolehkan
3.3 Meletakkan yang halal
dan yang haram pada tempatnya
3.4 Konsep At
Ta’min(asuransi) dalam literatur klasik
3.5 Dalil-dalil syar’I
yang mendasari pendirian dan praktik Asuransi Syariah
3.6 Apakah Asuransi
bertentangan dengan takdir?
3.7 Akad Asuransi
mengandung judi
3.8 Asuransi
konvensional bolehkah karena alas an darurat?
3.9 Fatwa-fatwa
kontemporer tentang keuangan dan asuransi
BAB IV: FENOMENA RIBA
DAN BUNGA BANK
4.1 Pengertian riba
4.2 Pengertian riba an
nashi’ah dan riba al fadhl
4.3 Haramnya Bunga Bank
4.4 Hikmah diharamkannya
riba
4.5 Masalah riba yang
berlipat ganda
4.6 Ancaman Allah bagi
pemakan riba
4.7 Riba dalam bisnis
asuransi
4.8 Keputusan lembaga
Internasonal Mukatamar, dan Lembaga Riset Islam tentang haramnya bunga bank
BAB V: SISTEM
OPERASIONAL ASURANSI JIWA DALAM MENGELIMINIR GHARAR, MAISIR, RIBA
5.1 Akad (perjanjian)
5.2 Mekanisme
Pengelolaan Dana
5.3 Sumber Biaya
Operasional
5.4 Underwriting
5.5 Aspek-Aspek teknik
dan Aktuaria
5.6 Perwujuda Ta’awun
dalam mekanisme asuransi
5.7 Dari konsep teknik
dan Aktuaris ke desain produk
BAB VI: SISTEM
OPERASIONAL ASURANSI KERUGIAN DALAM MENGELIMINIR RIBA DAN KONTRAK YANG BATIL
6.1 Konsep operasional
6.2 Prinsip-prinsip
asuransi kerugian
6.3 Mekanisme
Pengelolaan Dana
6.4 Underwriting
6.5 Klaim (claims)
6.6 Reasuransi dan
Retakaful
6.7 Kerangka teknik dan
operasional general insurance
6.8 pengertian Mega Risk dan Simple Risk
BAB VII: PERBEDAAN
SECARA UMUM ANTARA ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
7.1 Konsep
7.2 Asal Usul
7.3 Sumber Hukum
7.4 Bersih dari Maghrib
(maisir, gharar, dan riba)
7.5 Dewan Pengawas
Syariah
7.6 Akad (perjanjian)
7.7 Sharing of Risk vs
transfer of risk
7.8 Pengelolaan Dana
7.9 investasi Dana
7.10 Kepemilikan Dana
7.11Unsur Premi
7.12Loading (kontribusi
biaya)
7.13Sumber Pembayaran
Klaim
7.14Sistem Akuntansi
7.15Keuntungan(profit)
7.16Misi dan Visi
BAB VIII: KONSEP DAN
IMPLEMENTASI AL-MUDHARABAH DAN AKAD TIJARAH LAINNYA PADA ASURANSI SYARIAH
8.1 Pegertian Al
Mudharabah
8.2 Mudhrabah dalam
wacana Fiqih
8.3 Landasan Syar’I Al
Mudharabah
8.4 Rukun dan persyaratan
Mudharabah
8.5 Keunggulan system
Mudharabah
8.6 Perbedaan Sistem
Mudharabah dengan Riba
8.7 Ketentuan bagi hasil
dalam Mudharabah
8.8 Implementasi
Mudharabah pada Asuransi Syariah
8.9 Akad-akad Tijarah
dalam praktik asuransi syariah
BAB: IX: SISTEM
INVESTASI PADA ASURANSI SYARIAH
9.1 Definisi Investasi
9.2 Landasan Syar’I Investasi
9.3 Prinsip-prinsip
dasar Investasi
9.4 Investasi yang alami
9.5 Investasi yang
terlarang
9.6 Pengelolaan
Investasi pada Asuransi Syariah
BAB X: SISTEM AKUNTANSI
PADA ASURANSI SYARIAH
10.1 Pengertian
Akuntansi
10.2 Landasan sya’i
10.3 Tujuan akuntansi
keuangan syariah
10.4 Prinsip-prinsip
dasar akuntansi syariah
10.5 Perbedaan system
akuntansi asuransi syariah dengan asuransi konvensional
10.6 Implementasi
akuntansi Islam pada asuransi syariah
10.7 Masalah Cash Basis
dan Acrual Basis
BAB XI: KONSEP MARKETING
(PEMASARAN) ASURANSI SYARIAH
11.1 Pengertian
Pemasaran
11.2 Redefinisi peran
pemasaran
11.3 Dalil-dalil syar’I
pemasaran
11.4 Prinsip-prinsip
pemasaran dalam perspektif syariah
11.5 Perilaku bisnis
yang terlarang dalam pemasaran
11.6 Perilaku bisnis
yang dianjurkan dalam pemasaran
11.7 Profit dan etika
marketer Lembaga keuangan syariah (LKS)
11.8 Sistem pemasaran
pada Asuransi Syariah
BAB XII: DEWAN PENGAWAS
SYARIAH, DEWAN SYARIAH NASIONAL, BADAN ARBRITASE SYARIAH, DAN SERTIFIKASI AHLI
ASURANSI SYARIAH
12.1 Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
12.2 Dewan Syariah
Nasional MUI
12.3 Repsitioning DSN
dan DPS
12.4 Badan Arbritase
Syariah Nasional ( Basyarnas)
12.5 Sertifikasi Ahli
Asuransi
BAB XIII: COORPORATE
CULTURE LKS
13.1 Pengertian
cooperate culture
13.2 Membangun corporate
culture yang Islami
13.3 Manajemen dan
Leadership yang Islami
13.4 Good Coorporate
Governance
BAB XIV: PRODUK-PRODUK
ASURANSI SYARIAH
14.1 Mendesain produk
Asuransi syariah
14.2 Produk-produk
Asuransi Jiwa
14.3 Produk-produk
Asuarnsi Kerugian
14.4 Produk-produk
Syarikat Takaful Malaysia
BAB XV: NETWORKING
ASURANSI ISLAM
15.1 Perkembangan
Asuransi Islam di Dunia
15.2 Takaful (asuarnsi
syariah) di ASEAN dan ASIA
15.3 Perkembangan
Asuransi Syariah di Indonesia
BAB XVI: PRINSIP-PRINSIP
UMUM MUAMALAH YANG MELANDASI ASURANSI SYARIAH
16.1 Tauhid (ketakwaan)
16.2 Al Adl ( sikap
adil)
16.3 Adzulm (kezaliman)
16.4 At Ta’awun (tolong
menolong)
16.5 Al Amanah (terpercaya)
16.6 Ridha (suka sama
suka)
16.7 Riswah (sogok/suap)
16.8 Maslahah
(kemaslahatan)
16.9 Khitmah (pelayanan)
16.10 Tathfif
(kecurangan)
16.11 Gharar, Miasir dan
riba.
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
Berikut selintas isi pembahasan
yang dibahas dari buku ini:
Landasan Syar’i Asuransi Syariah
Persiapan Hari Depan
Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa melakukan
persiapan untuk menghadapi hari esok. Allah berfirman dalam surat al Hasyr ayat
18:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui yang kamu kerjakan [al Hasyr:
18]
Ayat di atas dikaitkan oleh sebagian umat Islam dengan aktivitas
menabung atau berasuransi. Menabung adalah upaya mengumpulkan dana untuk
kepentingan mendesak atau kepentingan yang lebih besar di masa depan, sedangkan
asuransi adalah upaya berjaga-jaga jika suatu musibah datang menimpa, di mana
hal ini membutuhkan perencanaan dan kecermatan.[2]
Menurut tafsir Ibnu
Katsir ayat ini mempunyai maksud: Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah.” Allah SWT memerintahkan untuk bertakwa
kepada-Nya. Pengertian takwa ini
mencakup sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang telah
dilarang. Allah SWT berfirman, “dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan),” yaitu, hisablah dirimu
sebelum dihisab oleh Allah, dan lihatlah apa yang telah kamu tabung untuk
diri-diri kamu, berupa amal shaleh, untuk hari di mana kamu akan kembali dan
berhadapan dengan Tuhan kamu.[3]
Artinya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Al Maidah : 2
Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan
memenuhi hajatnya [Bukhari, Muslim, Abu dawud]
Seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam satu
masyarakat ibarat seluruh bangunan, yang mana tiap bagian dalam bangunan itu
mengukuhkan bagian yang lain [Bukhari, Muslim]
Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang
seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan itu menderita sakit, maka
seluruh badan merasakannya [Bukhari, Muslim]
Barang siapa yang tidak mempunyai perasaan belas
kasihan, maka ia juga tidak mendapat belas kasihan (dari Allah) [Bukhari, Muslim]
Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mengasihi
saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri
[bukhari]
Allah senantiasa menolong hamba selagi hamba itu
menolong saudaranya [Ahmad, Abu dawud]
Kaidah-kaidah fiqih yang digunakan para penggagas Asuransi Syariah.
Hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.[4]
ﻢﻳﺭﺣﺗﻠﺍ ﻰﻟﻋ ﻝﻳﻠﺩﻟﺍ ﻝﺩﻴ ﻰﺗﺣ ﺔﺣﺎﺑﻹﺍ ﺀﺎﻳﺸﻷﺍ ﻲﻓ ﻞﺼﻷﺍ
Hukum asal semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya[5]
Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah[6]
Sistem Operasional Asuransi Syariah
(Kerugian)
Takaful ditegakkan
atas dasar tiga prinsip, yaitu:
1.
Saling bertanggung jawab
2. Saling bekerja sama dan saling membantu
3. Saling melindungi
1.
Konsep Takafuli (Tolong
Menolong)[7]
Konsep asuransi kerugian mempresentasikan hadits Nabi yang menjadi
dasar konsep syariah yaitu konsep tolong menolong atau saling melindungi dalam
kebenaran sebagaimana terawat dalam Surat Al-Maidah ayat 2
Artinya:
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Rasulullah
bersabda dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim:
“Mukmin
terhadap mukmin yang lainnya seperti bangunan memperkuat satu sama lain”
Hadits
riwayat Bukhari yang lain:
“Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan
kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan itu menderita
sakit maka seluruh bagian badan merasakan”.
Bentuk tolong menolong ini digunakan dalam
kontribusi dan kebajikan (dana tabarru’) sebesar yang ditetapkan.
Apabila ada salah satu dari peserta takaful atau peserta asuransi syariah
mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung resiko, dimana klaimnya
dibayarkan dari akuntansi dana tabarru’ yang terkumpul.
Surplus dana tabarru’ pada beberapa
praktek asuransi syariah, dikembalikan sebagian kepada peserta melalui
mekanisme mudharabah (bagi hasil). Mekanisme dan akad yang mendasari
pengembalian melalui mekanisme mudharabah masih terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama.
2.
Perjanjian (Akad)
Akad yang mendasari kontrak asuransi syariah kerugian adalah akad tabarru’,
dimana pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu (kontribusi/premi) tanpa
ada keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali hanya
mengharapkan keridhaan Allah. Hal ini tentu akan sangat berbeda dengan akad dalam asuransi konvensional.
Akad dalam asuransi konvensional menggunakan akad mu’awadah yaitu suatu
perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak
menerima pengganti dari pihak yang diberinya[8].
Terdapat perbedaan implementasi akad tabarru’
dalam praktek asuransi syariah saat ini, yaitu:
1. Asuransi syariah yang dalam prakteknya
memberikan bagi hasil (mudharabah) apabila terjadi surplus dana tabarru’ merujuk
kepada sistem yang diterapkan di Syarikat Takaful Malaysia, yang merupakan
asuransi syariah terbesar di dunia saat ini.
2. Asuransi syariah yang tidak membagikan
dengan alasan bahwa tabarru’ adalah dana yang sudah diikhlaskan untuk
tolong menolong, peserta tidak perlu mengharapkan pengembalian apa-apa lagi
kecuali mengharapkan kebaikan (pahala) dari Allah.[9]
Konsep perjanjian (akad) yang berlaku di
Takaful Group secara Internasional, baik di Takaful Malaysia, Takaful Jeddah,
Takaful Brunei, Takaful Singapura, Takaful Bangladesh, maupun Takaful Indonesia
adalah kontrak (perjanjian) yang didasarkan pada prinsip al-mudharabah.
Perusahaan (al mudharib) mengumpulkan Kontribusi Takaful (ra’sul mal)
yang dibayar oleh peserta (shohibul mal) dan pengelola dengan berbagai
kelas (tahapan saling menanggung) pada Takaful Konvensional termasuk investasi
dari dana kontribusi tadi. Peserta membayar Kontribusi Takaful sebagai tabarru’
yang secara khusus bertujuan menolong sesama peserta yang tertimpa musibah
tertentu atau kemalangan. Perjanjian tersebut juga menetapkan pembagian surplus
(profit) antara peserta dan perusahaan, yang muncul dari bisnis Takaful
Konvensional (General Insurance) sehubungan dengan prinsip
al-mudharabah.[10]
Beberapa ulama di Dewan Syariah Nasional
(DSN–MUI) berpendapat bahwa dana yang sudah diikhlaskan sebagai tabarru’
tidak boleh pada saat bersamaan ada akad mudharabah (bagi hasil), karena ada
kaidah syara’ yang tidak membenarkan ada dua akad dalam satu perjanjian.
Pendapat ulama yang lain menyatakan bahwa tidak dibenarkan suatu akad tabarru’
diubah menjadi akad tijarah “mudharabah”. Sebagian ulama berpendapat
bahwa dibenarkan pada satu perjanjian, di mana ada akad mudharabah dan pada
saat bersamaan (include) di dalamnya juga terdapat akad tabarru’.[11]
Dalam fatwa DSN–MUI[12] dengan jelas mengatur ketentuan dalam
akad tijarah dan akad tabarru’ sebagai berikut :
1)
Jenis
akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak
yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2)
Jenis
akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa
perlu pengkajian lebih dalam tentang Asuransi Syariah (Takaful), sehingga akad
yang dilakukan saat ini menjadi syar’i atau lebih disempurnakan lagi. Tidak
tertutup kemungkinan ke depan para ulama dan pakar menemukan formula akad yang
lebih tepat dan pas, baik segi syar’i maupun aspek market (marketing)[13].
Surplus dana tabarru’ atau dalam bahasa
teknik asuransi disebut Surplus Underwriting, dapat dibagikan kecuali
kepada para peserta (nasabah) sebagai bonus atau hadiah, tetapi bukan
menggunakan akad mudharabah (bagi hasil), walaupun dalam akad tabarru’
tidak ada kewajiban bagi pengelola untuk memberikan bonus, karena dana
tabarru’ sudah diikhlaskan untuk dana tolong menolong, dan peserta tinggal berharap
pahala dari Allah, sehingga secara syar’i peserta tidak berhak lagi
untuk berharap apalagi meminta hak bagi hasil dari pengelola.[14]
Pihak pengelola karena kebaikan atau
pertimbangan lain tidak ada larangan seandainya kemudian memberikan hadiah kembali
kepada peserta misalnya dengan meminjam skim atau cara pembagian yang biasa
digunakan dibagi hasil, atau menggunakan rumus lain, yang pada prinsipnya itu
bukan diartikan sebagai akad mudharabah, tetapi semacam hadiah saja dengan
meminjam rumus yang biasa digunakan di konsep mudharabah misalnya 70 : 30, 60 :
40 dan sebagainya.[15]
Mekanisme Pengelolaan Dana
1.
Kedudukan Perusahaan Asuransi
Syariah
Kedudukan perusahaan Asuransi Syariah dalam transaksi Asuransi Kerugian
adalah sebagai mudharib (pemegang amanah). Asuransi Syariah menginvestasikan dana tabarru’
yang terkumpul dari kontribusi peserta kepada Instrumen yang dibenarkan oleh
syara’. Mudharib berkewajiban untuk membayarkan klaim, apabila ada salah
satu dari peserta mengalami musibah, juga berkewajiban menjaga dan menjalankan
amanah yang diembannya secara adil transparan dan profesional. Mudharib diawasi
secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara syar’i diawasi oleh
Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam mengelola dana peserta yang terkumpul pada
kumpulan dana tabarru’.
2.
Mekanisme Pengelolaan Dana
Mekanisme pengelolaan dana dibeberapa perusahaan asuransi kerugian
(syariah) di Indonesia dan Malaysia misalnya Syarikat Takaful Malaysia dan
Asuransi Takaful Konvensional, Tripakarta cabang Syariah, Bringin Sejahtera
Cabang Syariah, Binagriah Cabang Syariah, Jasindo Cabang Syariah, mekanisme
pengelolaan dana adalah sebagai berikut :
Dana dibayarkan peserta, kemudian terjadi akad
mudharabah (bagi hasil) antara mudharib (pengelola) dengan shohibul
mal (peserta). Kumpulan dana tersebut kemudian diinvestasikan secara
syariah ke Bank Syariah maupun ke Investasi Syariah lainnya, lalu dikurangi
biaya-biaya operasional (seperti klaim, reasuransi, komisi broker dll)
selanjutnya surplus (profit) dilakukan bagi hasil antara mudharib
(pengelola) dan shohibul mal (peserta) sesuai dengan skim bagi hasil
yang telah ditentukan sebelumnya (misalnya 60 : 40). Bagian yang 60 persen
untuk mudharib (perusahaan) setelah dikurangi biaya administrasi dan management
expenses, sisanya menjadi profit bagi shareholders, sedangkan bagian
yang lain, yaitu 40 % menjadi share of surplus for participant (surplus
bagi hasil untuk partisipasi).
[1] Muhammad Syakir Sula, op.cit., hal. 700.
[2] Muhammad Syakir Sula, op.cit., hal. 86.
[3] Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4, GIP,
Jakarta, 2000, hal. 658.
[6] Ibid., hal. 91.
[8] Muhammad Syakir Sula, op.cit.,
hal. 226.
[10] Ibid., hal. 226.
[11] Ibid., hal. 227.
[12] Fatwa DSN No: 21 / DSN – MUI / X / 2001
tentang Pedoman Konvensional Asuransi Syariah